SIDRAP — Forum Masyarakat Bendoro Bersatu Peduli Tanah Negara (FMB2PTN), yang terdiri dari warga Kelurahan Mojong dan Tellumae, kembali menyuarakan tuntutan mereka terkait sengketa lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Margaressa yang hingga kini belum menemukan penyelesaian. Tuntutan ini disampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan hak masyarakat atas tanah negara tersebut.
Koordinator FMB2PTN, Abdul Razak, menjelaskan bahwa pada periode pemerintahan tahun 2015–2020 pernah terjadi pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang dan pihak PT. Margaressa. Dalam pertemuan tersebut, perusahaan menyatakan kesediaannya melepaskan sebagian lahan HGU dengan total luas kurang lebih 207 hektare, termasuk 88 hektare yang ditujukan untuk dikelola langsung oleh masyarakat secara produktif.
Namun, memasuki tahun 2025, masyarakat justru menemukan adanya aktivitas mencurigakan di atas lahan tersebut, seperti transaksi jual-beli oleh oknum-oknum tertentu. Padahal, tanah itu merupakan aset negara yang semestinya digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Dalam pernyataannya, forum mendesak pemerintah dan DPRD Sidrap untuk segera menghentikan seluruh aktivitas ilegal di atas lahan eks HGU PT. Margaressa. Mereka juga meminta dilakukan penertiban dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum, termasuk mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut praktik mafia tanah yang ditengarai telah terjadi.
Lebih jauh, Abdul Razak menuntut agar hak-hak masyarakat atas lahan yang sebelumnya telah disepakati untuk diserahkan kembali dapat segera dipulihkan. Forum juga menyoroti dugaan penghilangan aset daerah berupa Arena Balap Motor Cross yang pernah dibangun dengan dana APBD Kabupaten Sidrap. Mereka meminta agar dilakukan audit, investigasi, dan pertanggungjawaban hukum terhadap pihak yang diduga terlibat.
Abdul Razak menyampaikan bahwa konflik agraria ini harus diselesaikan secara adil dan partisipatif, dengan melibatkan masyarakat yang memiliki hak historis atas tanah tersebut. Ia menyerukan agar pemerintah segera menyusun peta jalan penyelesaian masalah tersebut guna mewujudkan reforma agraria yang berkeadilan.
Sebagai bentuk keseriusan, FMB2PTN memberikan batas waktu selama tujuh kali dua puluh empat jam kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang untuk memberikan tanggapan resmi atau menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga. Mereka juga menantikan adanya tindakan konkret di lapangan sebagai wujud keberpihakan terhadap rakyat.
Jika dalam kurun waktu tersebut tidak ada respons maupun langkah nyata, forum menyatakan siap mengambil langkah lanjutan secara konstitusional, termasuk melibatkan lebih banyak elemen masyarakat, media, dan lembaga pengawas lainnya.
FMB2PTN berharap agar pemerintah daerah menunjukkan keberpihakan terhadap rakyat dan segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini. (*)